Senin, 27 Mei 2013

SEBARAN SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG
(Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera
rostochiensis (Woll.) Behrens) BERDASARKAN KETINGGIAN
TEMPAT DI DATARAN TINGGI DIENG JAWA TENGAH
NURJANAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Nematoda Sista Kentang
(Globodera rostochiensis dan Globodera pallida)
Klasifikasi nematoda sista kentang berdasarkan CABI (2007) adalah
sebagai berikut : Globodera sp termasuk ke dalam superkingdom Eukaryota,
kingdom Animalia, phylum Nematoda, Kelas Chromadea, ordo Tylenchida,
subordo Tylenchina, superfamili Tylenchoidea, famili Heteroderidae, subfamili
Heteroderinae, dan genus Globodera. Globodera mempunyai 14 spesies,
terdapat 2 spesies yang menjadi parasit utama pada kentang yaitu spesies
Globodera rostochiensis (Wollenweber) Behrens dan Globodera pallida (Stone)
Behrens. G. rostochiensis dengan sista berwarna emas/kuning (Golden cyst
nematode), dan G. pallida dengan sista berwarna putih (white cyst nematode).
Morfologi Nematoda Sista Emas (G.rostochiensis)
Telur. Telur berada di dalam sista. Permukaan telur licin, mempunyai
panjang 101 – 104 μm dan lebar 46 - 48 μm. Rasio panjang dan lebar adalah
2,1-2,5.
Juvenil. Juvenil 1 berada di dalam telur, Juvenil 2 (J2) menetas dari telur.
Juvenil 2 berbentuk seperti cacing (vermiform) dengan kepala yang bulat dan
stilet berkembang dengan baik serta knob stilet bulat (rounded). Panjang tubuh
468,0 ± 100,0 μm. panjang kepala 4,6 ± 0,6 μm, panjang stilet 22,0 ± 0,7 μm,
panjang ekor 44,0 ± 12,0 μm, dan panjang ekor yang hilain 26,5 ± 2 μm.
Jantan. Jantan berbentuk seperti cacing (vermiform), bentuk kepala bulat
dan stilet pendek dengan knob yang berkembang baik (Stone 1973). Jika
difiksasi tubuh akan melengkung seperi huruf C atau S. Testis tunggal terdapat di
tengah tubuh. Panjang tubuh 0,89 - 1,27 mm dengan lebar tubuh pada lubang
ekskresi 28 ± 1,7 μm, lebar dasar kepala 11,8 ± 0,6 μm, panjang kepala 7 ± 0,3
μm, dan panjang stilet 26,0 ± 1 μm.
Betina. Betina berbentuk bulat tanpa kerucut (cone) dan berwarna putih
bersih (Supramana, 2004). Betina keluar dari korteks akar sekitar 4-5 minggu
6
setelah J2 berinvasi. Panjang stilet 23,0 ± 1 μm, lebar kepala 5,2 ± 0,7 μm, dan
jumlah lekukan antara vulva dan anus (cuticular ridges) adalah 21 ± 3.
Sista. Sista berbentuk globuler (Dropkin 1999). Sista berisi telur yang
merupakan generasi berikutnya dari G. rostochiensis dan dibentuk dari kutikula
betina yang mati. Sista berwarna kuning sampai coklat muda, berkilat, berbentuk
bulat. Panjang sista tanpa leher 445 ± 50 μm dan lebar 382 ± 60 μm, panjang
leher 104 ± 19 μm. Rata-rata diameter fenestra 19 ± 2 μm. Jarak dari anus ke
fenestra 66,5 ± 10,3 μm, serta rasio Granek 3,6 ± 0,8 (CABI 2007).
Morfologi Nematoda Sista Putih (G.pallida)
Telur. Telur berada di dalam sista dan permukaan telur licin. Telur
berukuran 108,3 ± 2 μm x 43,2 ± 3,2 μm.
Juvenil. Juvenil (J2) merupakan stadia yang infektif. J2 G.pallida umumnya
lebih besar, stilet lebih panjang dengan knob stilet meruncing (pointed) dan lebih
kuat dibandingkan G. rostochiensis. Juvenil sering ditemukan di dalam tanah
bersama-sama dengan sista. Panjang tubuh 486 + 2,8 μm, panjang stilet 23,0 ±
1,0 μm, panjang ekor 51,1 ± 2,8 μm dan lebar ekor pada anus 12,1 ± 0,4 μm.
Jantan. Jantan berbentuk seperti cacing (vermiform), bentuk kepala bulat
dan stilet pendek dengan knob yang berkembang baik. Bila diperlakukan dengan
panas maka tubuh akan berbentuk C atau S. Ekor pendek, setengah melingkar,
spikula terbuka di dekat ujung ekor. Terdapat testis tunggal yang berada kirakira
60% dari panjang tubuh jantan 1200 + 100 μm, lebar dasar kepala 12,3 + 0,5
μm, panjang kepala 6 ± 0,3 μm, panjang stilet 27,5 ± 1,0 μm, panjang ekor 5,2 ±
1,4 μm, lebar ekor pada anus 13,5 ± 2,1 μm
Betina. Betina berbentuk bulat, dengan leher yang pendek. Panjang stilet
27,4 ± 1,1 μm, lebar kepala 5,2 ± 0,5 μm, dan jumlah lekukan antara vulva dan
anus (cuticular ridges) adalah 12,5 ± 3,1 μm.
Sista. Sista berwarna krem sampai coklat muda, berkilat, berbentuk bulat
dan mempunyai leher yang menonjol. Setiap sista berisi 200-500 telur. Sista
berukuran lebar 534 ± 66 μm, panjang tidak termasuk leher 579 ± 70 μm,
panjang leher 188 ± 20 μm. Rata-rata diemeter fenestra 24,5 ± 5 μm. Jarak dari
anus ke fenestra 50 ± 13,4 μm dan rasio Granek 2,2 ± 1(CABI 2007).
7
Biologi dan Ekologi NSK
Biologi NSK
Sebagian besar nematoda parasit tumbuhan hidup di dalam tanah dan
mendapat sumber bahan makanan dari perakaran tanaman. Nematoda sista
kentang merupakan endoparasit menetap, betina berkembang menjadi sista
(dapat bertahan hidup dalam tanah > 20 tahun). Sebagian besar spesies
Globodera sudah membentuk sista menempel dengan bagian anterior tubuhnya
menyusup dalam korteks, sedangkan bagian posteriornya di luar jaringan akar
(semi endoparasit). Bentuk sista membulat (globular atau spheroid), warnanya
sebagian besar kuning emas, sebagian lagi putih dan kuning tua sampai coklat
(Spears et al. 1968).
Siklus hidup nematoda sista kentang berlangsung selama 45 hari
(tergantung kesesuaian tanaman dan suhu tanah). Adapun siklus hidup NSK
adalah sebagai berikut :
- Fase telur
- Fase juvenil terdiri dari juvenil 1 (J1), juvenil 2 (J2), juvenile 3 (J3) dan
juvenile 4 (J4). Juvenil mengalami 4 kali pergantian kulit (molting).
- Nematoda dewasa yang terdiri dari nematoda jantan (♂) dan
nematoda betina (♀).
Gambar 1 Skema Siklus hidup Globodera spp (Evans & Stone 1977 dalam Marks
& Brodie 1998)
8
Bagian yang aktif dari siklus hidup dimulai ketika juvenil stadia ke dua (J2)
menetas dari telur. Penetasan terjadi bila temperatur tanah cukup hangat (di
atas 100C) dan ada rangsangan senyawa kimia yang dikeluarkan oleh ujung akar
tanaman inang (Clark & Hannessy 1984; Rawsthorne & Brodie 1986).
Rangsangan ini bersifat spesifik yaitu hanya terjadi pada tanaman dari famili
Solanaceae seperti kentang, tomat, terung dan S. dulcamara (sejenis gulma).
Menurut Devine & Jones (2000), sedikitnya ada sembilan senyawa kimia yang
disebut faktor penetasan (hatching factors) yang berperan dalam penetasan telur
NSK. Beberapa dari senyawa ini telah diidentifikasi dan dikarakterisasi, salah
satunya adalah solanoeclepin A (Mulder et al. 1997).
Rangsangan eksudat akar menyebabkan 60 – 80 % telur menetas, sekitar
5% penetasan terjadi di dalam air dan 30% penetasan terjadi secara spontan
tanpa inang (Fenwick 1994). Bila kondisi lingkungan tidak mendukung dan tidak
ada rangsangan untuk menetas, telur berada dalam kondisi dorman di dalam
sista. Pada stadia dorman, nematoda lebih resisten terhadap nematisida
(Spears et al. 1968).
Nematoda mempunyai empat stadia juvenil dan stadia dewasa (jantan dan
betina). J2 yang menetas dari telur, keluar dari sista, dan melakukan penetrasi
pada ujung akar tanaman inang. Selanjutnya J2 masuk ke dalam akar di dekat
titik tumbuh atau akar-akar lateral dengan menusukkan stiletnya pada sel
epidermis, masuk dan bergerak dalam akar secara intraselluler dan akhirnya
menetap dan memulai makan di perisikel, korteks atau endodermis. Tusukan
stilet menyebabkan masuknya saliva ke dalam sel dan merangsang
pembentukan sinsitium yang dikelilingi oleh satu lapisan sel hiperplastik yang
berguna untuk mentransfer nutrisi ke nematoda (Jones & Nortconte 1972).
Interaksi inang-parasit mempengaruhi perkembangan juvenile stadia empat
(J4) untuk menjadi betina atau jantan. Jenis kelamin dipengaruhi oleh
kecukupan nutrisi. Nutrisi yang kurang akan menghasilkan NSK jantan,
sebaliknya jika nutrisi cukup tersedia akan menghasilkan betina. Pada saat
terjadi infeksi berat, NSK jantan menjadi lebih dominan, dan sebaliknya. Proses
pelukaan terjadi pada saat NSK betina membengkak, memecah korteks akar,
dan mengeluarkan bagian posterior, sedangkan bagian kepala dan leher masih
tetap berada di dalam akar. Dalam perkembangannya, NSK jantan melingkar di
dalam kutikula larva J4 dan memecah kutikula, kemudian menetas. Jantan
9
dewasa berbentuk cacing (vermiform), keluar dari akar dan masuk ke dalam
tanah (Evans & Turner 1998).
Reproduksi NSK terjadi secara seksual. Nematoda betina menghasilkan
feromon untuk memikat atau menarik jantan yang berada di dalam tanah.
Perkawinan segera terjadi beberapa saat kemudian. Setelah kawin, setiap
betina menghasilkan sekitar 200 – 500 telur, kemudian betina mati dan dinding
tubuhnya akan membungkus telur dan membentuk sista. Perkembangan embrio
terjadi di dalam telur hingga juvenil kedua. Penetasan kembali terjadi bila ada
rangsangan yang dihasilkan oleh akar tanaman inang dan kondisi lingkungan
yang sesuai dan siklus hidup akan berulang kembali. NSK akan melengkapi
siklus hidupnya selama 38-48 hari tergantung pada temperatur tanah (Lisnawita
2007).
Nematoda sista kentang mempunyai struktur untuk mempertahankan diri di
dalam tanah yang disebut sista. Sista merupakan tubuh betina yang telah mati,
yang di dalamnya berisi telur (Lisnawita 2007). Sista dan telur merupakan stadia
yang persisten dari siklus hidup NSK. Sista yang baru terbentuk mengandung
sekitar 500 telur. Telur dapat bertahan hidup selama 30 tahun di dalam sista.
Ketika tidak ada tanaman kentang, sista tetap tinggal di dalam tanah, sebagian
dari sista akan menetas secara alami untuk mengurangi kepadatan populasi, dan
sebagian sista lainnya akan tetap berada di dalam tanah untuk waktu yang lama
tanpa inang. Kemampuan bertahan hidup, reproduksi dan dinamika populasi
NSK sangat dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, panjang hari dan faktor
lingkungan di sekitarnya (Lisnawita 2007).
Ekologi NSK
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah biotik (tanaman dan
organisme yang lain), dan abiotik (tanah, suhu, kelembaban, senyawa kimia, dll).
Di antara faktor lingkungan tersebut, suhu merupakan faktor abiotik yang paling
penting. NSK mempunyai temperatur optimum untuk metabolisme, pertumbuhan
dan aktivitasnya. Disamping itu temperatur juga mempengaruhi dormansi
(diapause) (Huang & Pereira 1994), siklus hidup, daya tahan hidup (survival) dan
perilaku (behaviour) NSK (Wharton et al. 2002). Aktivitas larva berlangsung
pada suhu mulai 10 oC dan terhenti pada suhu 40 oC. Temperatur optimum
untuk perkembangan G. rostochiensis pada tanaman inang berkisar antara 18 –
24oC. Perkembangan G. rostochiensis pada tanaman inang akan terhambat
10
pada temperatur 29 - 32 oC, tetapi larva masih bisa keluar dari sista sampai
temperatur 37oC.
Populasi larva hidup dalam tanah tanpa adanya tanaman inang akan
menurun ± 18% per tahun pada tanah dingin, dan sampai 50 - 80% pada tanah
hangat. Tipe tanah juga berpengaruh terhadap laju perkembangan larva. Larva
yang menetas pada tanah berpasir jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
pada tanah gembur dan tanah liat. Beberapa nematoda dapat bertahan sampai
28 tahun dalam tanah yang dingin (Ditlin 2007).
Distribusi/penyebaran NSK di dalam tanah tidak seragam. Nematoda
biasanya banyak ditemukan di sekitar daerah perakaran (rhizozphere) atau di
dalam jaringan akar. Biasanya NSK banyak ditemukan pada kedalaman antara 0
– 20 cm. Pola penyebaran yang demikian disebabkan karena nematoda
cenderung tertarik oleh zat yang dikeluarkan oleh akar tumbuhan inangnya. Zatzat
yang dikeluarkan oleh akar tanaman juga dapat mempengaruhi proses
penetasan telur nematoda, sehingga zat tersebut sebagai faktor penetas
(hatching factor). Eksudat akar dari tanaman inang dapat merangsang 60-80%
larva untuk menetas. Ketika tidak ada tanaman kentang, umbi kentang yang
ditaruh di atas tanah (kentang kerap kali ditinggalkan di atas tanah pada saat
panen bahkan sampai keluar tunas) dapat mempertahankan sejumlah nematoda
(Ditlin 2007).
Nematoda mengambil nutrisi dari akar sehingga pasokan nutrisi dan air ke
batang dengan cara melukai akar dan daun berkurang akibatnya tanaman
tumbuh kerdil. Tingkat infestasi yang sedang (moderate) mempunyai sedikit
pengaruh terhadap penurunan pertumbuhan atau terhadap jumlah umbi yang
dihasilkan, namun berpengaruh terhadap ukuran umbi kentang (Ditlin 2007).
Laju perkembangbiakan pada tanaman inang tergantung pada kepadatan
populasi awal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi untuk ruang pada
akar yang berpengaruh terhadap sex ratio. Ketika terdapat sedikit telur per gram
tanah maka laju perkembangbiakan sebanyak 60 kali lipat, tetapi ketika terdapat
lebih dari 100 telur/g tanah, populasi setelah panen lebih kecil karena sistem
perakaran terbatas, sehingga serangan yang terjadi menurun (Ditlin 2007).
Kehilangan hasil berkorelasi dengan tingkat infestasi. Dilaporkan bahwa
setiap 20 telur/g tanah dapat menyebabkan kehilangan hasil 1 ton/acre.
Demikian pula, kemampuan populasi NSK untuk memperbanyak diri berbeda
pada kultivar dengan gen resisten yang disilangkan dengan gen dari kentang liar.
11
Di Inggris dan Belanda, populasi dibedakan menurut pathotype tertentu,
tergantung pada kemampuannya berbiak pada galur resisten tertentu (Ditlin
2007).
Sebaran NSK
Sebaran Geografi NSK
Daerah asal tempat ditemukannya G.rostochiensis dan G. pallida adalah
Danau Titicaca (3850 m d.p.l.) Pegunungan Andes Amerika Selatan, kemudian
terintroduksi ke Eropa melalui kentang, yang kemungkinan terjadi pada
pertengahan abad 19. Dari Eropa kemudian NSK menyebar seiring dengan
penyebaran benih kentang ke area lainnya di dunia. NSK menyebar ke
pertanaman kentang di berbagai daerah trofis dan subtrofis di 70 Negara di dunia
(CABI 2007).
CABI (2007) menyatakan bahwa G. rostochiensis telah terdapat di negaranegara
Eropa (Albania, Austria, Belarus, Belgium, Bulgaria, Croatia, Cyprus,
Czech Republic, Denmark, Estonia, Faroe Island, Finland, France, Germany,
Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Latvia, Liechtenstein, Lithuania,
Luxembourg, Malta, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russian
Federation, Serbia & Montenegro, Slovakia, Slovania, Spain, Sweden,
Switzerland, Ukraine, United Kingdom), negara-negara di Asia (Armenia, India,
Indonesia, Israel, Japan, Lebanon, Malaysia, Oman, Pakistan, Philippines, Sri
Lanka, Tajikistan, Turkey), negara-negara di Afrika (Algeria, Egypt, Libya, Sierra
Leone, South Africa, Tunisia, Panama), negara-negara di Amerika Utara
(Canada, Mexico, USA, Bolivia, Chile, Colombia, Ecuador, peru, Venezuela), dan
negara-negara di Oceania (Australia, New Zealand, Norfolk Island).
G. pallida telah menyebar di negara- negara Eropa (Austria, Belgium,
Croatia, Cyprus, Chech Republic, Denmark, Faroe Islands, Finland, France,
Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Latvia, Lithuania, Luxembourg,
Malta, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Spain, Sweeden,
Switzerland, Ukraine, United Kingdom), negara-negara di Asia (India, Japan,
Malaysia, Pakistan, Turkey), negara-negara di Afrika (Algeria, Libya, Afrika
Selatan, Tunisia, Panama), negara-negara di Amerika Utara (Canada, Mexico,
USA), negara-negara di Amerika selatan (Argentina, Bolivia, Chile, Colombia,
12
Ecuador, Falkland Islands, Peru, Venezuela), dan negara Di Oceania (New
Zealand) (CABI 2007).
Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan Lisnawita (2007)
diketahui bahwa NSK telah terdeteksi di sentra-sentra pertanaman kentang di
Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat dan diduga NSK sudah ada di daerah
tersebut untuk waktu yang cukup lama. Dari hasil survai Lisnawita (2007)
diketahui bahwa di Jawa Timur NSK telah terdapat pada ketinggian tempat mulai
dari 1600m dpl, di Jawa Tengah NSK ditemukan dilokasi survai dengan
ketinggian tempat antara 1600 m sampai dengan 1900 m, sedangkan di Jawa
Barat NSK telah ditemukan pada ketinggian tempat yang lebih rendah yaitu
antara 1343 m sampai 1544 m (Tabel 1). Di Jawa Tengah, petani telah
menanam kentang dengan menggunakan bibit asal Jerman sejak tahun 1985
(Suwardiwijaya et al. 2007). Kondisi ini memungkinkan bagi NSK untuk menetap
di daerah tersebut.

http://www2.delta-search.com/?q=tanaman+kentang+dieng+wonosobo&babsrc=NT_ss&s=web&rlz=0&as=3&ac=0

dapat di download lwt sini juga....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar